Skip to main content

*sampah di atas piring*

Tembakau itu mau habis...
Sayang lagi nikmat nikmatnya walau dikit lagi jadi puntung...
Hisap saja sampai sisa dan Baranya hampir menyentuh bibir...
Setelah bibir agak mulai panas lalu matikan tembakau itu diatas piring bekas makanmu!...

Seperti kebiasaan buruk...
Padahal piring itu tempat makanmu...
Kau perlakukan piring itu sebagai tempat sampah juga...
Ahk.. kalau sudah kebiasaan mau di apain lagi...
Melarang saja mungkin akan berkali kali mulut ini mengoceh...
Menyentuh tapi tak tersentuh...

aku melihat bibir bibir dan hati yg kotor sedang menari dipikiran yg katanya sang pemikir...
Padahal yg terus berfikir malas berlari lari memutar pikirannya yg semu...
Tanpa melihat keadaan yg sebenarnya mereka selalu berfikir tak tentu arah dari segala penjuru tanpa memperhatikan jiwa jiwa lusuh yg kadang tanpa kendali...
Pada awalnya disentuh, namun ketika merasa berbalik tersentuh bagai sebuah piring bekas makan yg dibuat untuk tempat sampah...

Pusing juga lihat kehidupan, yg terlihat seperti tak terlihat, yang bersembunyi tetap mencari selamat...
Lebih baik kuhisap saja tembakau lagi, tapi tak akan kubuang dalam piring makanku atau makanmu...
Kalaupun ada pemikiran yg menari, maka kubiarkan saja pikiran itu menari...
Aku akan membungkus segala pekerjaan halalku sesudah nya..

Dalam hidup, biasakan melihat keadaan sebenarnya sebelum menutup hati tuk mengutuk apa yg sebenarnya belum tentu itu salah... 

#marikitatidur



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dalam sebuah perjalanan di Gunung Papandayan Ba'da kelar SMA 1997' silam. :). mengenang Alm.Darwin

*Ext.Pagi Dinihari jam 02:30 Dinihari di Terminal Garut. kami berlima turun dari Bis yang mengantar kami dari terminal Kampung Rambutan dari sejak sore hingga sampai ke Terminal Garut pagi-pagi buta Pukul 02:30, aku Erick Maulana, my best friends Darwin (alm), Aphet Trujillo, Keke, dan sikampret Aco Macho, turun dengan wajah masih setengah sadar karena mengantuk. ketika didepan terminal seperti biasa kami mengecek alat-alat bawaan, Aco Macho tampak celingukan lalu memandang Keke. Aco Macho: " (memandang Keke) Ke, gitar udeh dibawa belum?" Keke: " Oh iye, Co, gw lupa beneran dehc!" Aco Macho: "(sambil nyengir cengengesan) si beg* :D , gitar pake acara ketinggalan diBis, (sambil berdiri memandang Bis yang baru diparkir) ayo, Ke... kita ambil ke bis! Erick Maulana: " (nyengir) tau luh, Ke... gitar abang gw tuh, gw minjem sama die ampe matanya melotot, tapi akhirnye dipinjemin juga tuh gitar, ambil cepetan, Ke, Co!" Aphet Tru

Beserah bukan Menyerah*

*Beserah bukan Menyerah* Deburan ombak... Angin yg berdesir... Matahari senja yg sedikit tertutup awan... Kemilau di antara langit jingga... Dan bayangan seorang wanita yang berdiri ditepi laut terhanyut dalam renung... Dibawah pohon beralaskan pasir putih, kududuk sambil memandang lautan sunyi... Ahk... Benar benar sepi... aku tak tahu apa lagi yang harus lakukan tuk meyakinkan diri ini... agar tak hanya berdiri di atas duka dan dibawah duri yang melukai... Kilauan cahaya mentari menembus disela awan... aku memalingkan wajahku... Ranting kering itupun hanyut ditarik ombak lalu sang ombak menghempas kuat hingga ranting itupun kembali kedaratan... suasana menjadi kosong dan hampa... kehidupan membuatku semakin ingin berhenti berfikir saat ini.... diam bungkam membisu... tatapanku diujung lautan luas yang hampa... suara deburan ombak itu seperti dentuman bom yang menghajar isi kepalaku... lalu ku pejamkan mata dan rebah kepalaku di atas pasir putih... mata yang terpejam ini enggan tuk me

* WARNA DUNIA DARI MASA KE MASA *

setiap langkah kehidupan adalah nyata... ketika terjadi kadang seperti mimpi... masa lalu terasa sangat dekat... dan masa depan terasa sangat jauh... pada suatu masa aku melihat ribuan orang berteriak keadilan diatas mimbar beralaskan mobil pick up terbuka... wajahnya merah diantara menahan marah atau kepanasan karena sengatan matahari yang terik panas saat itu... hatinya berkobar kobar terlihat dari cara bicaranya yang keras... jiwanya meronta-ronta ketika terasa memang harus mengeluarkan segala masalah yang menggangu bathin dan hidupnya beserta suatu kaum yang tertindas... namun semuanya pupus terhalang tembok berpagar kawat dan hempasan air yang mendorong tubuh tubuh tanpa daya, bahkan terhujam oleh peluru peluru yang mengeluarkan asap pedas dimata... ya, mereka sedih... ya, mereka berduka karena merasa terbuang dan terbungkam oleh tirani yang sedang mabuk dunia... lalu terlihat mereka meluruskan kakinya dan menyenderkan tubuh dan kepalanya pada sebuah tembok sambil mengusap keringa