Skip to main content

*Cakrawala yg terhempas waktu*

Tergambar indah guratan senja Sang Maha Pencipta diujung Timur dan Barat, hingga menebar kesegala penjuru dunia...

Beserta riuhnya tulisan Takdir Sang Maha Penentu kehidupan untuk mahluk mahluk ciptaan-Nya, yang hanya pasrah atas segala nasib yang telah diusahakannya disetiap langkah hari, mengikuti waktu dari membuka mata hingga terpejam...

Ada yang tertawa, ada yang menangis, ada yang termenung diujung jalan sesekali meludah dipinggir trotoar, tatkala dia muak dengan segala kemunafikan manusia manusia yang katanya manusiawi...

Apakah seorang tukang becak tak sama dihadapan Allah dengan para jutawan?...
Apakah seorang pemulung tidak sama dihadapan Allah dengan para pejabat?...
Yang membedakan adalah keadilan atas nasib manusia ketika dihadapkan kepada hitam dan putih kehidupan dari-Nya, ketika iman serta hatinya yang rapuh harus bermain diantara kedua sifat kehidupan tersebut.

Seperti Cakrawala yang indah dan megah di Ufuk Timur hingga Barat, tak mau tahu akan sisi hitam di sisi Utara serta Selatan...
Namun kemegahan itu hanya singgah ketika Matahari mulai Bersinar hingga tenggelam, setelahnya Surya terbenam, rona warna yang indah itu akan hilang perlahan lalu menjadi gulita, yang menghiasi langit hanyalah Sang Bulan yang membisu seribu bahasa...

Keadilan Dunia tidaklah kekal, keindahan Dunia tidaklah abadi, dan manusia hanyalah menunggu waktu...
Hingga jiwa jiwa sucipun meninggalkan jasad jasad yg pasti membusuk ketika tertanam di dalam Barzah kelak, hingga suatu saat nanti hari Kebangkitan tiba setelah akhir zaman.

Barakallohu untuk kita semua yang selalu mengingat Sang Maha Pencipta.



Comments

Popular posts from this blog

Dalam sebuah perjalanan di Gunung Papandayan Ba'da kelar SMA 1997' silam. :). mengenang Alm.Darwin

*Ext.Pagi Dinihari jam 02:30 Dinihari di Terminal Garut. kami berlima turun dari Bis yang mengantar kami dari terminal Kampung Rambutan dari sejak sore hingga sampai ke Terminal Garut pagi-pagi buta Pukul 02:30, aku Erick Maulana, my best friends Darwin (alm), Aphet Trujillo, Keke, dan sikampret Aco Macho, turun dengan wajah masih setengah sadar karena mengantuk. ketika didepan terminal seperti biasa kami mengecek alat-alat bawaan, Aco Macho tampak celingukan lalu memandang Keke. Aco Macho: " (memandang Keke) Ke, gitar udeh dibawa belum?" Keke: " Oh iye, Co, gw lupa beneran dehc!" Aco Macho: "(sambil nyengir cengengesan) si beg* :D , gitar pake acara ketinggalan diBis, (sambil berdiri memandang Bis yang baru diparkir) ayo, Ke... kita ambil ke bis! Erick Maulana: " (nyengir) tau luh, Ke... gitar abang gw tuh, gw minjem sama die ampe matanya melotot, tapi akhirnye dipinjemin juga tuh gitar, ambil cepetan, Ke, Co!" Aphet Tru

Beserah bukan Menyerah*

*Beserah bukan Menyerah* Deburan ombak... Angin yg berdesir... Matahari senja yg sedikit tertutup awan... Kemilau di antara langit jingga... Dan bayangan seorang wanita yang berdiri ditepi laut terhanyut dalam renung... Dibawah pohon beralaskan pasir putih, kududuk sambil memandang lautan sunyi... Ahk... Benar benar sepi... aku tak tahu apa lagi yang harus lakukan tuk meyakinkan diri ini... agar tak hanya berdiri di atas duka dan dibawah duri yang melukai... Kilauan cahaya mentari menembus disela awan... aku memalingkan wajahku... Ranting kering itupun hanyut ditarik ombak lalu sang ombak menghempas kuat hingga ranting itupun kembali kedaratan... suasana menjadi kosong dan hampa... kehidupan membuatku semakin ingin berhenti berfikir saat ini.... diam bungkam membisu... tatapanku diujung lautan luas yang hampa... suara deburan ombak itu seperti dentuman bom yang menghajar isi kepalaku... lalu ku pejamkan mata dan rebah kepalaku di atas pasir putih... mata yang terpejam ini enggan tuk me

* WARNA DUNIA DARI MASA KE MASA *

setiap langkah kehidupan adalah nyata... ketika terjadi kadang seperti mimpi... masa lalu terasa sangat dekat... dan masa depan terasa sangat jauh... pada suatu masa aku melihat ribuan orang berteriak keadilan diatas mimbar beralaskan mobil pick up terbuka... wajahnya merah diantara menahan marah atau kepanasan karena sengatan matahari yang terik panas saat itu... hatinya berkobar kobar terlihat dari cara bicaranya yang keras... jiwanya meronta-ronta ketika terasa memang harus mengeluarkan segala masalah yang menggangu bathin dan hidupnya beserta suatu kaum yang tertindas... namun semuanya pupus terhalang tembok berpagar kawat dan hempasan air yang mendorong tubuh tubuh tanpa daya, bahkan terhujam oleh peluru peluru yang mengeluarkan asap pedas dimata... ya, mereka sedih... ya, mereka berduka karena merasa terbuang dan terbungkam oleh tirani yang sedang mabuk dunia... lalu terlihat mereka meluruskan kakinya dan menyenderkan tubuh dan kepalanya pada sebuah tembok sambil mengusap keringa